Penyebab kerusakan hutan akibat kegiatan perusahaan tambang batu bara yang terjadi di beberapa kabupaten di Kalimantan Selatan kian lengkap. Hampir semua perusahan tambang ternyata melakukan ekploitasi di luar ketentuan perizinan yang sangat menyalahi dari dokumen analisa dampak lingkungan(Amdal).
Kabid Analisisa Pencegahan Dampak Lingkungan Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kalsel Asbiani mengatakan hal ini saat sosialisasi undang-undang lingkungan yang diikuti karyawan perusahaan perkebunan,pertambangan,karet,danlainnya.
Menurut Asbiani, banyak perusahaan sawit yang tidak sesuai dengan Amdal dan perizinan lainnya. Dalam perizinan produksinya hanya 30 TBS ton/per jam, namun faktanya kini mencapai 60 TBS ton/jam. Artinya, telah terjadi peningkatan dua kali lipat produksi kelapa sawit. Begitu juga dengan perusahaan pertambangan batu bara dan lainnya. Ia mencontohkan, di perusahaan pertambangan bahwa sesuai izin eksploitasi batu bara hanya sampai 5 ton per hari ternyata di lapangan mencapai 15 ton per hari. Peningkatan produksi tersebut telah mengubah desain lingkungan dan seharusnya dilakukan peninjauan ulang terhadap Amdalnya.
Tapi hal itu tidak dilakukan oleh beberapa perusahaan perkebunan sawit maupun tambang batu bara dan tambang lainnya. Dikhawatirkan, bila hal tersebut terus dibiarkan, maka akan membuat kondisi lingkungan di Kalsel semakin rusak dan tidak terkendali.
Terhadap perusahaan tersebut di atas, pihaknya akan melakukan audit lingkungan dengan ancaman hukuman yang cukup berat. Sayang, pihak BLHD belum bersedia menyebutkan nama-nama perusahaan yang melakukan pelanggaran tersebut di atas, dengan alasan sedang dalam proses pembinaan.
Ancaman hukuman, kata dia, tidak hanya dikenakan pada perusahaan, tetapi juga pada instansi yang mengeluarkan izin. Pejabat yang memberikan izin terhadap perusahaan yang belum memiliki Amdal juga dikenakan ancaman hukuman selama tiga tahun dan denda hingga Rp3 miliar
"Saat ini ada beberapa perusahaan yang operasionalnya di Kalsel, namun saat ditanya tentang Amdal katanya berada di Jakarta, sehingga sangat menyulitka. Padahal perusahaan di Kalsel jumlahnya ratusan," katanya.
Dari 60 perusahaan tersebut, kata dia, sistem pelaporannya juga tidak terus menerus atau kadang dilaporkan kadang tidak. Hal tersebut membuat pemantauan persoalan lingkungan pada perusahaan tidak bisa maksimal
UKL/UPL adalah salah satu instrumen pengelolaan lingkungan yang menjadi persyaratan perizinan bagi pemrakarsa yang akan melaksanakan suatu usaha/kegiatan di berbagai sektor. Dokumen UKL-UPL dibuat pada fase perencanaan proyek sebagai kelengkapan dalam memperoleh perizinan untuk proyek-proyek yang dampak lingkungannya dapat diatasi dengan skala pengendaliannya kecil dan tidak kompleks.(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar